
JENUH menulis tentang politik atau pemeriksaan keuangan negara, kali ini saya Ingin mengulas tentang penghijauan, khusunya tentang pohon – pohon di Ibu kota. Ceritanya begini, meski menyenangi kehijauan, saya memilih tinggal ditengah kota. Kebetulan didepan rumah saya terdapat taman, yang meski kecil tapi cukup menyenangkan. Tempat orang duduk – duduk disore hari, bermain badminton dimalam hari, atau para pekerja dan pedagang yang kelelahan sering berteduh disiang hari. Dijadikan tempat berteduh karena beberapa (sekitar 10) pohon ditanam ditaman itu. Beberapa pohon cukup besar, dua pohon nangka, satu pohon mangga, satu pohon jamblang, dan beberapa pohon – pohon yang lebih kecil lainnya. Sesungguhnya saya berharap beberapa pohon lainnya dapat ditanam. Tapi suatu ketika, tatkala petugas taman bekerja, saya meminta staf saya untuk menanyakan apakah memungkinkan warga untuk menambah (menanam pohon) ditaman itu. Jawabnya singkat: Tidak Boleh!
Tapi, yach sudahlah! Pohon -pohon yang sudah ada saja sesungguhnya sudah cukup memadai. Buktinya warga suka memanfaatkannya untuk berteduh, termasuk memarkir kendaraan diluar taman, karena memang teduh.
Anda jangan heran kalau saya lebih dari sekedar itu. Saya suka mengajak teman – teman untuk duduk – duduk dihalam rumah, mengobrol sembari minum kopi dan memandang ketaman. Langkah ini setiap saat akan dimeriahkan kicauan burung yang hidup bebas. Setidaknya, burung tekukur atau perkutut yang sering singgah pada siang hari. Sesekali burung ini turun kepermukaan tanah. Kalau pagi atau sore hari, burung kutilang dengan riang gembira melompat – lompat dari dahan ke dahan dipohon jamblang satu – satunya ditaman itu. Anda tau kalau pohon jamblang acap berbunga dan berbuah, yang kemudian diramaikan dengan serangga atau ulat –ulat. Sedangkan burung seriti sering kali terbang meliuk –liuk diantara pohon itu dipagi hari. Pokoknya kalau kita mau mengamati suasananya amat menyenangkan.
Dipapas
Tapi ketika datang serombongan “petugas” yang seolah – olah merekalah yang paling gagah didunia ini dihari ke -23 puasa kemarin, yang tak lain tanggal 23 September 2008 yang lalu, terus terang membuat saya tidak habis piker. Mereka membawa sensor, seperangkat tali, bahkan truk besar, untuk selanjutnya membersihkan taman. Tidak hanya sekedar memapas atau memangkas pohon –pohon “kesayangan” saya tadi, bahkan juga menebang sebuah pohon, yakni pohon lengkeng yang batangnya sebesar paha orang dewasa. Menungguh pohon lengkeng sebesar itu tentu butuh waktu puluhan tahun. Namanya saja memapas, tapi kalau anda lihat, betul – betul menggundulinya. Bukan saja membuat suasana gersang, ditengah udara yang lagi memanas, para pedagang tak berteduh, burung – burungpun kian menjauh.
Repotnya kalau muncul kecurigaan yang dilontarkan salah seorang teman yang menonton pembabatan itu. Bukankah pohon, dahan, atau ranting yang ditebang itu lumayan? Saya lihat memang satu truk besar, yang menurut teman saya itu laku dijual, ya sebentar lagi khan hari raya, ucapnya bercanda, Saya teringat tetangga saya diciledug dulu, jika sudah menjelang hari raya penting, ada –ada saja idenya untuk mencari uang. Kalau tidak menebang pohon, ya menggali tanah. Bukankah apasaja bisa dijadikan duit dijakarta?
Sejuta pohon
Mudah – mudahan bukan itulah yang terjadi. Bisa jadi memang ada warga yang waswas kalau sewaktu – waktu pohon itu tumbang atau salah satu dahan atau rantingnya patah serta roboh menimpah yang ada dibawahnya. Namun, untuk kasus semacam itu perlu selektif. Perlu menganalisis setiap pohon, mana pohon atau bagian pohon yang rapuh dan pantas untuk diamputasi. Bukan seperti para petugas kita umumnya yang acap hanya mencari mudahnya, menebang atau memotong dahan atau ranting tanpa harus berpikir susah – susah.
Langkah seperti itu pernah saya kritik di kompleks DPR/MPR dulu.
Karena itu, para petugas pertamanan memang harus lebih dibimbing dan diarahkan dalam tugas –tugas mereka. Dengan tema –tema lingkungan hidup (dari “menanam sejuta pohon”, mencegah banjir, penghijauan, atau pemanasan global), langkah semacam ini perlu dilakukan. Dikantor saya hal semacam ini juga dilakukan. Tempat –tempat yang masih luang dan pantas untuk ditanami pohon, saya usulkan untuk ditanami. Jauh dari sekedar menanam, juga diperlukan pemeliharaan. Setiap hari ikut mengamati pertumbuhan pohon – pohon yang ditanami itu. Mengingatkan petugas taman untuk membuat pagarnya agar tidak dirusak orang., menambah pupuk, menyiram, bahkan membuang bagian – bagian yang sudah layu.
Percuma kita meneriakan slogan –slogan dan berkampanye terus, tanpa ada pelaksanaannya dalam kehidupan sehari –hari. Bisa jadi langkah itu hanya hal – hal sederhana. Mulanya mungkin hanya sebatang pohon, meluas kesebuah taman, atau sekompleks perkantoran atau perumahan,. Jika setiap orang diantara kita melakukan hal itu, tentu akan menjadi gerakan sebuah kelurahan, kecamatan, dan akhirnya sebuah kota. Bahkan gerakan sebuah Negara. karena itu, perlu langkah – langkah sederhana kita lakukan secara berkesinambungan.
Sumber oleh : Baharuddin Aritonang
Anggota badan pemeriksaan keuangan